no copy

Friday, November 21, 2014

Prinsip Kerja Light Emitting Diode (LED)

Dioda, seperti divais semikonduktor yang lainnya, didisain berdasarkan prinsip dari fisika kuantum. Salah satu prinsip tersebut adalah emisi (pancaran) dari radiasi energi pada frekuensi tertentu ketika elektron jatuh dari level energi yang lebih tinggi ke level energi yang lebih rendah. Prinsip ini sama dengan lampu neon, karakteristik pancaran warna merah muda – oranye dari neon yang terionisasi akibat adanya elektron yang mengalami transisi energi di dalam rangkaian listriknya. Warna unik yang dipancarkan lampu neon diakibatkan gas neon yang ada di dalam tabung lampunya, bukan karena arus atau tegangan pada lampu tersebut. Setiap unsur kimia memiliki emisi energi radiasi yang berbeda-beda ketika elektronnya melompat diantara dua level energi yang berbeda. Misalkan gas hidrogen, memancarkan warna merah ketika terionisasi, sedangkan air raksa memancarkan warna biru. Inilah yang menyebabkan munculnya cabang ilmu spektografi yaitu ilmu yang mempelajari identifikasi suatu zat kimia berdasarkan warna cahaya yang dipancarkannya.

Elektron yang melewati sambungan PN juga mengalami transisi level energi, sehingga dioda juga bisa memancarkan radiasi energi juga. Frekuensi dari radiasi energinya ditentukan oleh struktur kristal dari bahan semikonduktornya, dan elemen-elemen lain yang menyusunnya. Beberapa sambungan semikonduktor , terdiri dari beberapa kombinasi unsur kimia, sehingga bisa memancarkan radiasi energi pada spektrum cahaya tampak karena elektron mengalami perubahan level energi. Dalam bahasa sederhananya, sambungan ini bisa memancarkan cahaya ketika mengalami bias maju (forward bias). Sebuah dioda yang didisain supaya bisa memancarkan cahaya seperti lampu disebut dengan light emitting diode (dioda yang memancarkan cahaya) atau lebih dikenal dengan singkatan LED.
Dioda silikon yang mengalami bias maju menghasilkan panas pada saat elektron pada daerah tipe N mengalami rekombinasi dengan hole yang ada di tipe P. Pada saat LED mengalami bias maju, rekombinasi antara elektron dan hole ini berada dalam daerah aktif seperti ditunjukkan pada gambar 1c dan menghasilkan foton. Proses ini dikenal dengan istilah electroluminesecence. Agar foton dapat dihasilkan, maka tegangan yang dihubungkan ke LED harus lebih besar dari tegangan barrier nya. Beberapa LED berwarna memiliki tegangan maju (forward voltage) sekitar 1V hingga 5 V bahkan lebih.
Dioda yang dibuat dari kombinasi unsur gallium, arsenik, fosfor (sehingga disebut dengan gallium-arsenik-fosfida)  memancarkan warna merah terang, warna yang paling umum ditemui pada LED. Tetapi dengan mengubah campuran bahan kimia pada daerah sambungan PN nya, memungkinkan menciptakan LED dengan warna lain seperti hijau, kuning, oranye, infra merah, bahkan teknologi LED yang terbaru mampu menghasilkan LED warna biru dan ultraviolet. Warna lainnya bisa juga didapatkan dengan mengkombinasikan dua atau tiga warna utama (merah, hijau, dan biru) dalam satu LED jadi memungkinkan membuat LED yang mampu memancarkan ketiga warna dasar itu  sehingga semua jenis warna bisa dibentuk dari ketiga warna dasar tersebut. LED  yang bisa memancarkan tiga warna dasar ini disebut dengan LED RGB (red green blue).
Simbol dari LED sama seperti dioda hanya saja ditambah dengan lingkaran dan anak panah yang mengarah keluar menunjukkan bahwa dioda tersebut mampu memancarkan cahaya. (perhatikan gambar 1a).

simbol dan bentuk LED
Gambar 1 (a) Simbol LED. (b) Bagian datar dari kepala LED atau kaki LED yang lebih pendek menunjukkan bagian katoda. (c) penampang melintang dari struktur sambungan PN pada LED.


electroluminesecence LED
Gambar 2 Proses electroluminesecence pada LED

Simbol LED yang memiliki anak panah ke arah keluar menunjukkan bahwa divais ini mampu memancarkan cahaya (simbol ini berlaku untuk semua jenis LED). Begitu juga sebaliknya, apabila divais tersebut bersifat light activated (diaktifkan oleh cahaya) maka anak panahnya mengarah ke dalam (seperti simbol photodioda). LED tidak hanya bisa memancarkan cahaya tetapi juga bisa menangkap cahaya. LED bisa menghasilkan tegangan apabila menerima cahaya walaupun tegangannya tidak terlalu beesar. Sifat inilah yang banyak dimanfaatkan pada rangkaian yang bersifat pendeteksi cahaya.
Karena LED dibuat dari unsur/substansi kimia yang bermacam-macam, maka tegangan maju (forward voltage) dari LED tentu berbeda dengan dioda biasa. Biasanya LED memiliki tegangan maju yang lebih tinggi daripada dioda silikon biasa yang memiliki tegangan maju sebesar 0.7 V. LED dengan warna yang berbeda tentu memiliki tegangan maju yang berbeda pula. Biasanya arus yang diperbolehkan mengalir pada LED sebesar 20 mA. Apabila sumber tegangan yang akan digunakan untuk menyuplai LED memiliki tegangan yang lebih besar dari tegangan maju LED, maka kita tidak bisa menghubungkan sumber tegangan itu langsung ke dioda. Kita harus merangkainya dengan tambahan resistor untuk mencegah kelebihan tegangan pada LED.
Sama seperti lampu, LED juga banyak dimanfaatkan untuk fungsi penerangan. Tetapi ada kelebihan LED dibanding dengan jenis lampu penerang yang lain yaitu efisiensinya. LED mampu menghasilkan daya output cahaya yang lebih besar daripada lampu biasa seperti lampu pijar dengan jumlah daya input yang sama. Ini adalah keuntungan yang signifikan apabila rangkaian yang digunakan menggunakan suplai dari baterai. Karena memiliki efisiensi yang tinggi maka secara otomatis LED memiliki umur hidup yang lebih lama daripada lampu pijar. Ini dikarenakan LED adalah divais yang “dingin” : LED beroperasi pada suhu yang lebih dingin dari pada lampu pijar. Keunggulan LED lainnya adalah kecepatan switching dari LED yang sangat tinggi. LED mampu melakukan “on” dan “off” secara cepat. Karena alasan inilah lampu LED juga bisa digunakan untuk mentransmisi informasi data digital (on/off) dalam bentuk deretan pulsa berupa cahaya (kelap-kelip) yang merambat pada medium udara atau pada medium buatan seperti kabel serat optik pada kecepatan yang sangat tinggi (jutaan hingga triliunan pulsa per detik).
Warna lampu LED yang khas seperti merah, kuning, hijau, juga bisa digunakan untuk sinyal lalu lintas (lampu merah) dan juga dipasang pada perangkat lampu otomotif. Lampu pijar memerlukan perlengkapan yang sangat rumit apabila digunakan untuk keperluan ini seperti membutuhkan filtering, penurunan efisiensi. Sedangkan LED, tidak membutuhkan proses filtering.
Satu kelemahan dari LED adalah warna yang dipancarkan oleh LED bersifat monokromatik atau hanya memancarkan satu jenis warna cahaya saja. Tidak ada orang yang mau memasang penerangan di rumahnya menggunakan lampu LED warna merah, hijau, atau biru. Tetapi, apabila mengkombinasikan ketiga warna dasar tadi, LED bisa saja memancarkan spektrum warna cahaya tertentu. Salah satu spektrum warna cahaya yang berhasil dibuat adalah warna putih. LED warna putih memang sudah tersedia di pasaran, namun hingga kini riset tentang LED khususnya warna putih terus dikembangkan untuk mendapatkan LED yang sangat efisien dan hemat energi. LED warna putih didapatkan dengan cara mencampur LED biru dengan fosfor yang mampu memancarkan warna kuning. Hasil campuran antara warna biru dan kuning kira-kira mendekati warna putih. Sifat alami dari fosfor menentukan karakteristik cahaya yang dihasilkan LED. Fosfor merah bisa ditambahkan untuk meningkatkan kualitas efisiensi pada campuran kuning dan biru. Tabel di atas juga membandingkan LED warna putih yang diharapkan tercipta di masa depan dengan lampu pijar konvensional yang ada saat ini. Efisiensi pada tabel di atas diukur berdasarkan seberapa besar intensitas cahaya yang dipancarkan (dalam satuan lumen) dibandingkan dengan daya input. Apabila LED putih di masa depan mampu menghasilkan efisiensi sebesar 100 lumen/watt, maka ini akan menyamai efisiensi dari lampu TL.

No comments:

Post a Comment