Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat pencemar udara yang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia, serta lingkungan hidup. Sumber pencemar ini juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan atmosfer yang lebih besar seperti hujan asam, kerusakan lapisan ozon stratosfer, dan perubahan iklim global. Zat-zat yang diemisikan dari knalpot kendaraan bermotor adalah CO2, CO, NOx, HC, SOx, PM10, dan Pb (dari bahan bakar yang mengandung timah hitam/timbal). Hasil kajian terdahulu seperti the Study on the Integrated Air Quality Management for Jakarta Area (JICA, 1997) dan Integrated Vehicle Emission Reduction Strategy for Greater Jakarta (ADB, 2002) menyimpulkan bahwa sektor transportasi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencemaran udara perkotaan (Suhadi, 2005). Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh sektor transportasi berdasarkan zat pencemar antara lain:
1. Karbon Monoksida (CO)
Keracunan gas monoksida (CO) dapat ditandai dari keadaan ringan, berupa pusing, sakit kepala, dan mual. Keadaan yang lebih berat berupa menurunnya kemampuan gerak tubuh, gangguan pada sistem kardiovaskuler, serangan jantung hingga kematian. Hubungan antara konsentrasi CO, lama terpapar, dan efek yang timbul adalah sebagai berikut (Wardhana, 2004):
Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan.
Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampak keracunan CO sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah (Depkes).
Namun, dampak dari CO juga bervasiasi tergantung dari status kesehatan seseorang pada saat terpajan. Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat mentolerir pajanan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40% dalam waktu singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%.
CO juga bisa mempengaruhi janin. Pengaruh terhadap janin pada prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan oksigen pada ibu hamil yang konsekuensinya akan menurunkan tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan lebih rendah dibandingkan keadaan normal.
2. Nitrogen Oksida
Kedua bentuk nitrogen oksida, NO dan NO2, sangat berbahaya bagi manusia. Namun, penelitian aktivitas mortalitas kedua komponen tersebut menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih berbahaya dibanding NO (Fardiaz, 1992).
NO2 merupakan gas yang toksik bagi manusia dan pada umumnya gas ini dapat menimbulkan gangguan sistem pernapasan. NO2 dapat masuk ke paru-paru dan membentuk Asam Nitrit (HNO2) dan Asam Nitrat (HNO3) yang merusak jaringan mukosa (Mulia, 2005).
NO2 dapat meracuni paru-paru. Jika terpapar NO2 pada kadar 5 ppm setelah 5 menit dapat menimbulkan sesak nafas dan pada kadar 100 ppm dapat menimbulkan kematian (Chahaya, 2003).
Gangguan sistem pernapasan yang terjadi dapat menjadi empisema. Bila kondisinya kronis dapat berpotensi menjadi bronkitis serta akan terjadi penimbunan nitrogen oksida (NOx) dan dapat menjadi sumber karsinogenik atau penyebab timbulnya kanker (Sunu, 2001).
3. Belerang Oksida
Gas SO2 yang ada di udara dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan kenaikan sekresi mukosa. Dengan konsentrasi 500 ppm SO2 dapat menyebabkan kematian pada manusia. Pencemaran SO2 yang cukup tinggi telah menimbulkan malapetaka yang cukup serius seperti yang terjadi di lembah sungai Nerse Belgia pada tahun 1930. Pada saat itu, kandungan SO2 di udara mencapai 38 ppm dan menyebabkan toksisitas akut.
Kasus yang paling mengerikan terjadi di London. Selama lima hari terjadi perubahan temperatur dan pembentukan kabut yang menyebabkan kematian 3500-4000 penduduk. Peristiwa ini dikenal dengan nama “London Smog” (Mulia, 2005). Selain berpengaruh terhadap kesehatan manusia, SO2 juga berpengaruh terhadap tanaman dan hewan. Pengaruh SO2 terhadap hewan hampir menyerupai pengaruh SO2 terhadap manusia. Sedangkan pada tumbuhan, SO2 dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada daun dari hijau menjadi kuning atau terjadinya bercak-bercak putih pada daun tanaman (Sugiarta, 2008).
4. Hidro Karbon (HC)
Hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa HC pada konsentrasi udara ambien memberikan pengaruh langsung yang merugikan manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap hewan dan manusia diketahui bahwa hidrokarbon alifatik dan alisiklis memberikan pengaruh yang tidak diinginkan kepada manusia hanya pada konsentrasi beberapa ratus sampai beberapa ribu kali lebih tinggi daripada konsentrasi yang terdapat di atmosfer (Fardiaz, 1992).
5. Partikel
Pengaruh partikel debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umumnya ukuran partikel debu sekitar 5 mikron merupakan partikel udara yang dapat langsung masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Namun, bukan berarti bahwa ukuran partikel yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya karena partikel yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara (Depkes).
Partikel udara dalam wujud padat yang berdiameter kurang dari 10 µm yang biasanya disebut dengan PM10 (particulate matter) diyakini oleh para pakar lingkungan dan kesehatan masyarakat sebagai pemicu timbulnya infeksi saluran pernafasan, karena partikel padat PM10 dapat mengendap pada saluran pernafasan daerah bronki dan alveoli. PM10
sangat memprihatinkan karena memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menembus ke dalam paru. Sedangkan rambut di dalam hidung hanya dapat menyaring debu yang berukuran lebih besar dari 10 µm (Agusgindo, 2007).
6. Oksidan
Oksidan fotokimia masuk kedalam tubuh dan pada kadar subletal dapat mengganggu proses pernafasan normal, selain ituoksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi mata.
Beberapa gejala yang dapat diamati pada manusia yang diberi perlakuan kontak dengan ozon, sampai dengan kadar 0,2 ppm tidak ditemukan pengaruh apapun, pada kadar 0,3 ppm mulai terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan. Kontak dengan Ozon pada kadar 1,0–3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang sensitif dapat mengakibatkan pusing berat dan kehilangan koordinasi. Pada kebanyakan orang, kontak dengan ozon dengan kadar 9,0 ppm selama beberapa waktu akan mengakibatkan edema pulmonari.
Pada kadar di udara ambien yang normal, peroksiasetilnitrat (PAN) dan Peroksiabenzoilnitrat (PbzN) mungkin menyebabkan iritasi mata tetapi tidak berbahaya bagi kesehatan. Peroksibenzoilnitrat (PbzN) lebih cepat menyebabkan iritasi mata.
7. Klorin
Selain bau yang menyengat gas khlorin dapat menyebabkan iritasi pada mata saluran pernafasan. Apabila gas khlorin masuk dalam jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hidrogen akan dapat membentuk asam khlorida yang bersifat sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan peradangan. diudara ambien, gas khlorin dapat mengalami proses oksidasi dan membebaskan oksigen seperti terlihat dalam reaksi dibawah ini :
CL2 + H2O ---------‡ HCL + HOCL
8 HOCl ---------‡ 6 HCl + 2HclO3 + O3
Dengan adanya sinar matahari atau sinar terang maka HOCl yang terbentuk akan terdekomposisi menjadi asam khlorida dan oksigen.
Selain itu gas khlorin juga dapat mencemari atmosfer. Pada kadar antara 3,0 – 6,0 ppm gas khlorin terasa pedas dan memerahkan mata. Dan bila terpapar dengan kadar sebesar 14,0 – 21,0 ppm selama 30 –60 menit dapat menyebabkan penyakit paru-paru ( pulmonari oedema ) dan bisa menyebabkan emphysema dan radang paru-paru.
8. Timah Hitam
Pemajanan Pb dari industri telah banyak tercatat tetapi kemaknaan pemajanan di masyarakatvluas masih kontroversi, Kadar Pb di alam sangat bervariasi tetapi kandungan dalam tubuh manusia berkisar antara 100–400 mg.
Sumber masukan Pb adalah makanan terutama bagi mereka yang tidak bekerja atau kontak dengan Pb Diperkirakan rata-rata masukkan Pb melalui makanan adalah 300 ug per hari dengan kisaran antara 100–500 mg perhari. Rata-rata masukkan melalui air minum adalah 20 mg dengan kisaran antara 10–100 mg. Hanya sebagian asupan (intake) yang diabsorpsi melalui pencernaan. Pada manusia dewasa absorpsi untuk jangka panjang berkisar antara 5–10% bila asupan tidak berlebihan kandungan Pb dalam tinja dapat untuk memperkirakan asupan harian karena 90% Pb dikeluarkan dengan cara ini.
Kontribusi Pb di udara terhadap absorpsi oleh tubuh lebih sulit diperkirakan. Distribusi ukuran partikel dan kelarutan pb dalam partikel juga harus dipertimbangkan biasanya kadar pb di udara sekitar 2 mg/m3 dan dengan asumsi 30% mengendap disaluran pernapasan dan absorpsi sekitar 14 mg/per hari. Mungkin perhitungan ini bisa dianggap terlalu besar dan partikel Pb yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor ternyata bergabung dengan filamen karbon dan lebih kecil dari yang diperkirakan walaupun agregat ini sangat kecil (0,1 mm) jumlah yang tertahan di alveoli mungkin kurang dari 10%. Uji kelarutan menunjukkan bahwa Pb berada dalam bentuk yang sukar larut.
Hampir semua organ tubuh mengandung Pb dan kira-kira 90% dijumpai di tulang, kandungan dalam darah kurang dari 1% kandungan dalam darah dipengaruhi oleh asupan yang baru (dalam 24 Jam terakhir) dan Oleh pelepan dari sistem rangka. Manusia dengan pemajanan rendah mengandung 10–30 mg Pb/100 g darah Manusia yang mendapat pemajanan kadar tinggi mengandung lebih dari 100 mg/100 g darah kandungan dalam darah sekitar 40 mg Pb/100g dianggap terpajan berat atau mengabsorpsi Pb cukup tinggi walau tidak terdeteksi tanda-tanda keluhan keracunan.
Terdapat perbedaan tingkat kadar Pb di perkantoran dan pedesaan wanita cenderung mengandung Pb lebih rendah dibanding pria, dan pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.
Gejala klinis keracunan timah hitam pada individu dewasa tidak akan timbul pada kadar Pb yang terkandung dalam darah dibawah 80 mg Pb/100 g darah namun hambatan aktivitas enzim untuk sintesa haemoglobin sudah terjadi pada kandungan Pb normal (30–40 mg).
Timah Hitam berakumulasi di rambut sehingga dapat dipakai sebagai indikator untuk memperkirakan tingkat pemajanan atau kandungan Pb dalam tubuh Anak-anak merupakan kelompok risika tinggi Menelan langsung bekas cat yang mengandung Pbmerupakan sumber pemajanan, selain emisi industri dan debu jalan yang berasal dari lalu lintas yang padat Mungkin keracunan Pb ada juga hubungannya dengan keterbelakangan mental tetapi belum ada bukti yang jelas.
Senyawa Pb organik bersifat neurotoksik dan tidak menyebabkan anemia Hampir semua Pb–tetraetil diubah menjadi Pb Organik dalam proses pembakaran bahan bakar bermotor dan dilepaskan ke udara.
Pengaruh Pb dalam tubuh belum diketahui benar tetapi perlu waspada terhadap pemajanan jangka panjang Timah Hitam dalam tulang tidak beracun tetapi pada kondisi tertentu bisa dilepaskan karena infeksi atau proses biokimia dan memberikan gejala keluhan garam Pb tidak bersifat karsiogenik terhadap manusia.
Gangguan kesehatan adalah akibat bereaksinya Pb dengan gugusan sulfhidril dari protein yang menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembuatan haemoglobin, Gejala keracunan akut didapati bila tertelan dalam jumlah besar yang dapat menimbulkan sakit perut muntah atau diare akut. Gejala keracunan kronis bisa menyebabkan hilang nafsu makan, konstipasi lelah sakit kepala, anemia, kelumpuhan anggota badan, Kejang dan gangguan penglihatan.
Sumber
No comments:
Post a Comment