no copy

Thursday, October 30, 2014

Tumpang Tindih Manusia dan Satwa

  Peristiwa yang tidak diharapkan telah terjadi di Padang, Sumatera Barat. Seekor satwa langka Neofelis Nebulosa, atau biasa dikenal sebagai harimau dahan, dibunuh ketika memangsa ternak milik warga. Tahun 2008, IUCN mengk­la­sifikasikan spesies ini sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan, dengan ukuran populasi efektif total diperkirakan kurang dari 10.000 individu dewasa, dan tren populasi yang menurun. Di Sumatera sendiri, diketahui populasi harimau dahan hanya tersisa 400 ekor.
Inilah yang terjadi ketika habitat manusia dan satwa telah tumpang tindih. Manusia menggeser habitat asli satwa, sementara satwa tidak punya tempat lagi untuk menyingkir, dan makanan bagi satwa pun menipis. Sehingga tak dapat dipungkiri suatu ketika satwa dapat berkonfrontasi langsung dengan manusia, baik hanya untuk tempat tinggal ataupun mencari mangsa.
Laju deforestasi yang sedemikian cepat pun merupakan penyumbang besar atas tumpang tindih habitat ini. Bukan hanya untuk tempat tinggal, namun juga untuk keperluan industri. Dapat dilihat pada tahun 1985-2008 terjadi penyusutan hutan sekitar 50%.
Hal seperti ini dapat dikurangi jika masyarakat sadar akan pentingnya menjaga kelangsungan hidup bersama (manusia maupun satwa). Sebagai contoh, pemerintah mempunyai BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) yang bertanggung jawab mengawasi dan memantau peredaran tumbuhan dan satwa yang dilindungi di wilayahnya. Namun masyarakat yang tinggal di daerah rawan tidak mempersiapkan kedatangan satwa liar, sehingga ketika hal itu terjadi mereka panik dan sengaja/tidak sengaja membunuh satwa liar tersebut, dikarenakan kurangnya sosialisasi pihak terkait.

    Daftar Referensi:

No comments:

Post a Comment